Yogyakarta (SIB)- Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dinilai telah melenceng jauh bahkan sudah tidak sesuai dengan filosofi kenegaraan yang dibangun para stakeholders bangsa.Peneliti dari Pusat Studi Pancasila UGM, Prof Sutaryo menegaskan, Indonesia memang sedang mengalami krisis keteladanan, yang sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam menghadapi serangan globalisme."Yang pas untuk menghadang segala serangan faham baik kanan maupun kiri, itu hanya Pancasila, namun sayangnya bangsa ini lebih senang meng-coppy-paste tradisi dari bangsa asing," ujarnya. Bahkan sejak reformasi, Pancasila tidak lagi mendapat tempat yang layak, baik dalam dunia pendidikan maupun lini-lini sosial. Akibatnya, aneka paham masuk tanpa kendali yang kemudian memberangus rasa nasionalisme itu sendiri.Sutaryo juga menyoal, bahwa sosialisasi Pancasila secara masif kepada masyarakat seperti program penataran P4, dianggap program rezim Orba yang harus ditinggalkan. "Padahal bukan itu. P4 tetap dibutuhkan, tetapi konsepnya diubah dan dilepaskan dari kepentingan golongan dan praktik politik," tegasnya.Dalam ketatanegaraan, singgung Prof Sutaryo, masih banyak produk undang-undang yang sesungguhnya bertentangan dengan Pancasila."Contohnya UU tentang Minerba, yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD 45 dan masih banyak lagi. Inilah muara dari kelalaian bangsa ini pada ideologi negara," ujarnya.Karena itu, lanjut Sutaryo, masyarakat yang hanya jadi "pengikut" dari kebijakan stakeholders termasuk pada anggota DPR yang melahirkan UU, hanya menjadi korban dari salah arah ideologis.Untuk mengembalikan roh Pancasila ke dalam negara dan bangsa, memang dibutuhkan upaya masif, termasuk para politisi. Sebab, menurutnya, sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan UU, produk-produk politik yakni para anggota DPR/DPRD yang menjadi ujung tombak perubahan tata negara, khususnya implementasi Pancasila ke dalam seluruh produk perundang-undangan di Indonesia.Sedangkan, guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sekaligus aktivis Muhammadiyah Prof Chamamah Soeratno menegaskan, Pancasila adalah identitas keindonesiaan. Agama di Indonesia tetap berjalan berdasar Pancasila, dan keduanya tidak saling bertentangan. Karena itu, ujarnya, nilai Pancasila pun tertuang dalam pengamalan keagamaan.Namun, lanjutnya, tidak dipungkiri bahwa pragmatisme sebagai dampak dari derasnya pengaruh asing, telah mendegradasi nilai-nilai yang seharusnya melekat erat antara agama dan Pancasila. Sehingga basis-basis keagamaan dijadikan dalil untuk memperoleh keuntungan pragmatis. (SP/d)