Menaker Ingin Kejar Ketinggalan Pemenuhan SDM Kompeten

- Kamis, 11 Oktober 2018 16:06 WIB

Jakarta (SIB) -Pemerintah mendorong agar proses peningkatan SDM Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tapi juga melibatkan lembaga swasta dan dunia usaha. Hal ini dibutuhkan agar proses peningkatan kualitas SDM dapat lebih cepat dan menghasilkan tenaga kerja kompeten yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

"Indonesia harus mengejar ketertinggalan dari negara-nagara lain dalam penyiapan SDM kompeten. Apalagi Indonesia juga dihadapkan pada tantangan bonus demografi," ujar Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulis Rabu (10/10).

Hanif juga mengatakan berdasarkan data BPS saat mengunjungi Laboratoriun Pelatihan Politeknik ATMI Sikka (Kampus Cristo re Maumere), NTT. Indonesia masih mengalami persoalan angkatan kerja yang didominasi oleh lulusan SD-SMP (59,6%). Dalam rentang usia tersebut, kemungkinannya sangat tipis bagi masyarakat untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang membutuhkan waktu tidak sebentar.

"Misalkan, lulusan Politeknik dibandingkan dengan lulusan BLK yang pelatihan hanya beberapa bulan, itukan kualitasnya (lulusan) bisa diadu," ungkap Hanif.

Di samping itu, Hanif mengingatkan selain kualitas dan kecepatan, lembaga pelatihan dan pendidikan vokasi juga harus memperhatikan pembangunan karakter dan attitude.

"Seperti di Jepang, itu kalau karyawan baru, dilatih karakternya dengan jalan kaki sekian meter dengan waktu tempuh sekian detik. Jadi yang jalannya lambat biar bisa nambah cepat. Yang jalannya terlalu cepat bisa menyesuaikan," papar Hanif.

Ke depannya, dengan adanya standar kualitas kerja yang baik maka para pekerja memiliki standar yang sama dalam bekerja. Sehingga tidak ada gap keahlian satu sama lain.

Di sisi lain, salah seorang pengurus Polteknaker ATMI, Romo Doni, menyebut bahwa pendidikan vokasi seperti politeknik memiliki prospek bagus di dunia kerja. Sejumlah lulusan politeknik mereka pun disebutnya telah berhasil masuk ke dunia industri. Hanya saja, pendidikan vokasi khususnya di daerah punya banyak kendala.

"Kendala yang dihadapi antara lain kebutuhan alat-alat (pelatihan) yang tidak murah. Itulah kenapa tiap tahun hanya sekitar 20-an orang saja yang kami terima," ungkap Romo Doni.

Meskipun begitu memang standar kuota pelatihan memang hanya sekitar 16 orang saja tiap kelasnya. (detikFinance/d)


Tag:

Berita Terkait

Ekonomi

Kunker ke Sergai, Menteri Komdigi Ingatkan Masyarakat Bijak Gunakan Ruang Digital

Ekonomi

Proyek Normalisasi Kali Krukut Jalan Bertahap, Lahan Mulai Dibebaskan Tahun 2026

Ekonomi

Densus 88 Telusuri Motif dan Jaringan di Balik Ledakan SMAN 72 Jakarta

Ekonomi

Polisi Gerebek Markas Penipuan Online di Lampung, Amankan 27 Warga Negara China

Ekonomi

Orangtua Reynhard Sinaga Ajukan Permohonan Pemulangan, Yusril Terima Surat Resminya

Ekonomi

BNN dan Polri Gerebek Kampung Bahari, Sita 89 Kg Sabu, Puluhan Senpi, dan Uang Miliaran Rupiah