Hingga September 2018

89 BPR dan 1 Bank Umum Ditutup

- Jumat, 02 November 2018 12:11 WIB

Medan (SIB) -Hingga September 2018, sudah ada 89 BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan 1 bank umum yang ditutup karena kesalahan direksi, manajemen atau karyawannya, bukan karena persaingan antar BPR maupun antar bank umum itu.

"Jadi 90 bank yang ditutup  itu karena kesalahan bank itu sendiri, bukan karena dampak persaingan antar bank. Artinya kolapsnya bank itu karena kesalahan bank itu sendiri, kesalahannya pada tata kelola bank-bank bersangkutan," ujar Direktur Group Pengelolaan Transformasi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), Suwandi di Medan, Kamis (1/11).

Suwandi mengatakan hal tersebut pada seminar nasional bertema Peran dan Fungsi Strategis Bank Indoneisa (BI) dan LPS Dalam Sistem Keuangan Indonesia. Seminar itu diselenggarakan BI, LPS dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan di Adi Mulia Hotel Medan.

Dia menegaskan, berdasarkan evaluasi, penyebab BPR itu kolaps adalah kesalahan dalam tata kelola usaha perbankan bersangkutan. Dia memberi contoh, aset semua BPR yang ditutup hanya Rp 598 miliar, sementara jumlah simpanan nasabah yang harus dikembalikan/dibayar sebesar Rp 1,6 triliun.

Katanya, aset yang lebih kecil dari dana klaim penjaminan yang dibayarkan saat likuidasi menunjukkan bahwa bank itu tidak sehat. Untuk itu, ungkapnya, perlu bimbingan dan pengawasan ketat dalam tata kelola perbankan.

Daerah terbanyak lokasi BPR yang ditutup yakni di Jawa Barat dan Sumatera Barat yang juga memang banyak BPR beroperasi. Karena itu agar  tidak semakin banyak BPR yang dilikuidasi, perlu pengawasan lebih ketat atas pendirian dan operasional bank-bank itu," ujarnya.

Menurut Asisten Gubernur BI Filianingsih Hendarta, seminar tersebut sebagai wujud komunikasi BI dan LPS untuk memberikan edukasi kepada seluruh stakeholders tentang upaya yang dilakukan untuk menciptakan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).

Ia menjelaskan tentang fungsi BI dari sisi makro prudensial, yaitu mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan akses keuangan.

Seminar itu menghadirkan tiga pembicara yaitu Retno Ponco Widarti selaku Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Suwandi selaku Direktur Grup Pengelolaan Transformasi LPS dan Raden Pardede sebagai Anggota Badan Pengawas ISEI Pusat. Para pembicara menjelaskan tentang kerjasama yang kuat antara Kementerian Keuangan, BI, LPS dan OJK. Soliditas keempat lembaga tersebut mampu membuat ekonomi Indonesia bertahan dari gempuran eksternal yang sangat dahsyat saat ini.

Menurut Retno, BI, LPS dan OJK menggelar simulasi menghadapi krisis, yang dilakukan secara periodik, sehingga bisa ditemukan 'lobang-lobang' masalah yang kemudian dicari solusinya. "Pengalaman krisis 1998 dan 2008 mendorong pemerintah membuat dasar hukum yang kuat, meningkatkan koordinasi antar lembaga dan melakukan best practices mengatasi krisis. (A2/q)


Tag:

Berita Terkait

Ekonomi

Darma Wijaya Ikuti Kursus Kepemimpinan Bersama Peserta KPPD Lemhannas RI di Singapura

Ekonomi

Polres Tanah Karo Bekuk Pelaku Pencurian Sepeda Motor

Ekonomi

Polda Sumut Klarifikasi Dugaan Terima Uang Lepaskan Wakil Ketua DPRK Simeulue yang Terjaring Razia

Ekonomi

Kejatisu Geledah Kantor Inalum atas Dugaan Korupsi Penjualan Aluminium

Ekonomi

Anggota DPRK Aceh Terjaring Razia di THM Medan

Ekonomi

Kejari Medan Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Medan Fashion Festival