Jakarta
(harianSIB.com)Partai NasDem secara resmi menonaktifkan dua anggotanya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, dari keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Keputusan ini efektif berlaku mulai besok, Senin 1 September 2025, sebagai bentuk respons atas pernyataan kontroversial keduanya yang dinilai telah mencederai perasaan publik .
Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Hermawi Taslim, dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan pada Minggu (31/8/2025), menegaskan bahwa aspirasi masyarakat harus menjadi acuan utama dalam perjuangan partai. Namun, pernyataan yang disampaikan oleh Sahroni dan Urbach dianggap telah menyimpang dari nilai-nilai perjuangan NasDem .
Latar belakang penonaktifan ini berawal dari serangkaian pernyataan kontroversial yang memicu kemarahan publik. Ahmad Sahroni menyebut kelompok yang mendorong pembubaran DPR sebagai "orang tolol sedunia" dalam kunjungan kerjanya di Sumatera Utara pada 22 Agustus 2025 . Sementara itu, Nafa Urbach membela kebijakan tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan dengan alasan bahwa tunjangan tersebut merupakan kompensasi atas tidak adanya rumah jabatan yang disediakan negara .
Pernyataan kedua politisi ini dinilai tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit dan memicu gelombang demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah sejak 25 Agustus 2025. Aksi unjuk rasa bahkan berujung pada kerusuhan dan penjarahan rumah Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Sabtu (30/8/2025) .
Keputusan penonaktifkan ini telah dikonfirmasi oleh anggota Fraksi NasDem lainnya, Charles Meikyansah, yang juga merupakan Ketua DPP Partai NasDem . Sebelumnya, Sahroni telah lebih dulu dicopot dari jabatan Wakil Ketua Komisi III DPR dan dipindahkan ke Komisi I yang membidangi urusan luar negeri, pertahanan, dan intelijen .
Partai NasDem menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya beberapa warga dalam demonstrasi yang terjadi dan berkomitmen untuk terus mendengarkan aspirasi masyarakat . Langkah ini diharapkan dapat meredakan ketegangan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi DPR.(**)