Jakarta(harianSIB.com)
Utang masyarakat di layanan Peer to Peer (P2P) Lending atau pinjaman online (pinjol) yang terus membengkak hingga Rp 90,99 triliun peer September 2025, merupakan sinyal buruk untuk perekonomian nasional. Sebab kondisi ini menunjukkan banyaknya warga RI yang sudah tak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mendesak.
"Bukan sinyal pinjaman untuk menggerakkan sisi produktivitas ekonomi, tapi lebih ke survival mode atau bertahan hidup," kata Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, Selasa (11/11).
Masalahnya, jika kondisi ini terus berlanjut, Bhima mengatakan, daya beli masyarakat yang sudah rendah dapat semakin tergerus karena gaji atau pendapatan mereka habis hanya untuk membayar bunga dan cicilan pinjol.
Belum lagi jika ternyata mereka terjebak dalam siklus utang ke utang, di mana untuk bisa membayar utang sebelumnya mereka perlu menambah utang di pinjol lain. Alhasil jarak kemampuan ekonomi antara mereka yang terpaksa berutang di pinjol dengan mereka yang tidak akan semakin lebar. "Pendapatan dari gaji atau penghasilan lain akan terkuras buat bayar cicilan dan bunga pinjol," tegasnya.
Baca Juga: Buruh Bangunan di Tebingtinggi Keluhkan Hidup Sulit, Proyek Infrastruktur Belum Juga Jalan "Ekonomi jauh lebih berat, yang rentan ketagihan
pinjol, yang kaya beli emas batangan. Indikator ekonomi sedang hadapi perfect storm. Makin lebar ketimpangan," jelas Bhima lagi.
Jumlah ini tercatat naik hingga 22,16% secara tahunan (year-on-year/YoY).