Medan (harianSIB.com)
Pemeriksaan notaris Elvira sangat penting dalam kasus kredit macet PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) di Bank Tabungan Negara (BTN). Pasalnya, akibat dugaan penggelapan yang dilakukan Notaris Elvira dan pengembang, menyebabkan kredit PT KAYA mengalami kemacetan dari sebelumnya masih lancar.
Namun, Majelis Kehormatan Notaris tidak juga memberikan lampu hijau untuk Kejati Sumut melakukan pemeriksaan Notaris Elvira tanpa alasan jelas.
Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Yos Arnold Tarigan mengatakan, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat permohonan pemeriksaan Notaris Elvira, tetapi sampai saat ini tidak diizinkan.
“Kami sudah layangkan dua kali surat permohonan izin ke Majelis Kehormatan Notaris, tetapi belum digubris. Pekan ini kami akan kirimkan lagi,†kata Yos kepada jurnalis Koran SIB Rido Sitompul, Selasa (7/12/2021).
Dia menegaskan, jika dalam surat ketiga ini belum ada itikad baik dari Majelis Kehormatan Notaris untuk mengizinkan Notaris Elvira diperiksa, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut untuk meminta petunjuk selanjutnya.
"Apabila tidak hadir juga, maka akan kita sampaikan ke pimpinan untuk dimintakan petunjuk lebih lanjut," katanya.
Sementara itu, Kakanwil Kemenkum HAM Sumut, Imam Suyudi mengatakan tim pemerikaan MKNW Sumut telah memutuskan Notaris Elvina telah menjalankan tugas sesuai undang undang (UU).
"Tim pemeriksa Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) Sumut telah memutuskan notaris yang bersangkutan telah menjalankan tugas sesuai prosedur ketentuan UU. Sehingga MKNW menolak yang bersangkutan untuk diperiksa Kejati (Sumut)," katanya saat dikonfirmasi wartawan.
Pengamat hukum dari Pusat Study Hukum dan Pembaharuan Peradilan (PUSHPA) Sumut, Muslim Muis SH, yang juga mantan Wakil Direktur LBH Medan menegaskan Kejati Sumut harus membongkar aktor intelektual dibalik kasus kredit macet PT KAYA. Persoalan penggelapan 35 sertifikat yang dilakukan mafia tanah harus diungkap secara transparan dan tidak ditutup-tutupi.
"Masya tidak diizinkan untuk diperiksa? Itu namanya menghalang-halangi penyidikan. Maka kalau diperlambat proses penyidikan perlu dibubarkan itu MKN," katanya.
Bahkan, alumni Universitas Syahkuala Banda Aceh itu menegaskan bila perlu Ketua MKN yaitu Imam Suyudi yang juga menjabat sebagai Kakanwil Kemenkumham diperiksa, karena sudah menghalangi proses penyidikan.
PT KAYA mendapat fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sejak 27 Februari 2014 untuk pembangunan proyek perumahan TR di Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, dengan jaminan pokok berupa 93 sertifikat dan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Fasilitas KMK dipergunakan untuk pembangunan rumah di proyek perumahan tersebut dan secara proposional hasil penjualannya telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada BTN. Sejumlah unit rumah telah dibangun dan sisa pokok fasilitas pinjaman KMK PT KAYA sudah berkurang lebih dari 50 persen.
Adapun fasilitas kredit yang disalurkan kepada PT KAYA sebesar Rp 39,5 miliar, namun sisa kredit macet bukanlah sebesar Rp 39,5 miliar tetapi Rp 14,7 miliar (kewajiban pokok). Hal ini dikarenakan sudah ada pembayaran pokok kredit yang dilakukan oleh PT KAYA sekitar Rp 24 miliar.
penyaluran kredit kepada PT KAYA terjadi akibat adanya penggelapan 35 sertifikat oleh developer dan pihak lainnya. Akibat penggelapan 35 sertifikat tersebut, pembayaran angsuran kredit yang semula lancar menjadi bermasalah.
Fasilitas kredit PT KAYA menjadi bermasalah karena adanya penggelapan 35 sertifikat pada saat proses balik nama dan pengikatan hak tanggungan, sehingga kolektibilitas kredit PT KAYA menjadi macet sejak 29 Januari 2019. (*)