AS Jatuhkan Sanksi kepada 2 Menteri Turki Terkait Penahanan Pendeta

* Turki Ancam Balas AS
- Jumat, 03 Agustus 2018 18:06 WIB

Warning: getimagesize(https://www.hariansib.com/cdn/uploads/images/2018/08/hariansib_AS-Jatuhkan-Sanksi-kepada-2-Menteri-Turki-Terkait-Penahanan-Pendeta.jpg): Failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found in /home/u956909844/domains/hariansib.com/public_html/amp/detail.php on line 170

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u956909844/domains/hariansib.com/public_html/amp/detail.php on line 171

Warning: Trying to access array offset on value of type bool in /home/u956909844/domains/hariansib.com/public_html/amp/detail.php on line 172
SIB/EPA
Pastor Andrew Brunson (tengah) dikawal ketat aparat berwenang Turki saat ke luar dari penjara Aliaga, di Izmir pada Rabu (25/7). Setelah dibui selama hampir dua tahun, pendeta asal AS tersebut selanjutnya menjalani tahanan rumah.

Washington DC (SIB) -Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri dalam jajaran kabinet Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Sanksi ini menjadi bagian dari upaya memaksa Turki memulangkan pendeta AS yang ditahan di negara itu selama hampir dua tahun terakhir, terkait dugaan terorisme.

Pendeta Andrew Brunson asal AS ditangkap otoritas Turki pada Oktober 2016. Dia dituding membantu organisasi pimpinan ulama Fethullah Gulen, yang bermukim di AS dan dituding mendalangi upaya kudeta terhadap Erdogan tahun 2016 lalu. Brunson telah membantah tudingan itu.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (2/8), Departemen Keuangan AS mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul dan Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu. AS menganggap keduanya terlibat dalam penangkapan dan penahanan Brunson. 

"Penahanan pendeta Brunson yang sewenang-wenang dan penuntutan yang terus berlanjut oleh otoritas Turki jelas tidak bisa diterima," tegas Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin dalam pernyataannya. "Presiden Trump telah berkali-kali memperjelas bahwa Amerika Serikat mengharapkan Turki untuk membebaskannya (Brunson-red) segera," imbuhnya. Kedua menteri Turki yang dijatuhi sanksi ekonomi dibatasi transaksi finansialnya oleh otoritas AS. 

"Kami tidak melihat bukti bahwa Pendeta Brunson telah melakukan pelanggaran dan kami yakin dia menjadi korban penahanan tidak adil dan tidak benar oleh pemerintah Turki," tegas juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, kepada wartawan. 

Kasus penahanan Brunson ini membuat hubungan AS-Turki semakin tegang. Brunson sudah 21 bulan ditahan di penjara Turki hingga pekan lalu dia ditetapkan sebagai tahanan rumah. Pada Selasa (31/7) lalu, pengadilan Turki menolak permohonan Brunson agar dibebaskan dari tahanan rumah selama persidangan kasusnya berproses. 

Brunson diketahui sudah 23 tahun tinggal di Turki dan menjadi pendeta di Gereja Kebangkitan Izmir. Saat ditangkap, Brunson menjadi salah satu dari 50 ribu orang yang dituduh terlibat dalam upaya kudeta. Brunson terancam 35 tahun penjara jika dinyatakan bersalah atas dakwaan terorisme. 

Dituturkan Sanders, Presiden Donald Trump telah membahas kasus Brunson ini secara langsung dengan Erdogan. Bulan lalu, Trump bersama Wakil Presiden AS Mike Pence dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meyakini mereka bisa memastikan pembebasan Brunson. Ketika keyakinan itu tidak terwujud, AS mulai menambah tekanan terhadap pemerintah Turki. 

Dalam penerbangan ke Singapura, Menlu AS Pompeo menyatakan bahwa pemerintah Turki menolak untuk membebaskan Brunson 'setelah berulang kali dilakukan pembicaraan antara Presiden Trump dan Presiden Erdogan dan pembicaraan saya dengan Menlu (Mevlut) Cavusoglu'. "Presiden Trump menyimpulkan bahwa sanksi-sanksi ini merupakan tindakan tepat," tegas Pompeo. 

Turki Ancam AS

Otoritas Turki memprotes penjatuhan sanksi oleh Amerika Serikat (AS) terhadap dua menterinya terkait penahanan pendeta AS yang terseret kasus dugaan terorisme. Turki pun balik melontarkan ancaman terhadap AS.  Seperti dilansir media Turki, Hurriyet Daily News, Kamis (2/8), protes itu disampaikan Kementerian Luar Negeri Turki melalui pernyataan tertulis yang dirilis pada Rabu (1/8) malam waktu setempat. Ditegaskan Kementerian Luar Negeri Turki bahwa pihaknya akan membalas sanksi AS itu. "Kami memprotes keras sanksi-sanksi yang diumumkan oleh Departemen Keuangan AS," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki. "Sikap agresif yang tidak banyak membantu ini akan dibalas dengan cara yang sama, tanpa penundaan," imbuh pernyataan tersebut. 

Pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki itu juga menegaskan bahwa sanksi-sanksi yang dijatuhkan AS pada menteri-menteri Turki tidak bisa dikaitkan dengan keadilan atau kredibilitas negara. Turki menyebut langkah AS itu akan memicu kerusakan besar pada upaya-upaya penyelesaian persoalan bilateral.  "Kami menyerukan AS untuk mencabut keputusan yang keliru ini," tegas pernyataan itu.

Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, menyatakan sanksi dari AS tidak akan dibiarkan tanpa respons. "Kita tidak bisa menyelesaikan masalah kita hingga pemerintahan AS menyadari bahwa mereka tidak bisa mewujudkan permintaan tidak sah melalui metode ini," ucap Cavusoglu via Twitter.

Sementara itu, Menteri Kehakiman Gul menanggapi singkat sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Dia menyebut dirinya 'tidak memiliki satu sen pun' aset di wilayah AS.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menuduhWashington memperlihatkan "sifat penginjil, Zionis" terkait dengan pemenjaraan seorang pastor Amerika. Erdogan mengatakan Turki menolak diancam ataupun mengkompromikan kemandirian lembaga peradilannya.

Erdogan mengaitkan pembebasan pendeta tersebut dengan desakan terhadap Washington untuk mengekstradisi ulama Turki, Fethullah Gulen, yang diduga mengatur usaha kudeta dan kini tinggal di Pennsylvania, AS. Kebijakan yang dikecam sebagai "diplomasi sandera" membuat hubungan dua negara yang penting ini merosot ke titik baru terendah. Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, dijadwalkan akan berunding dengan Menteri Luar Negeri AS, Michael Pompeo, di sela-sela pertemuan ASEAN di Singapura, akhir pekan ini. Sebelumnya, Amerika Serikat sudah dibuat jengkel oleh keputusan Turki membeli rudal-rudal antipesawat buatan Rusia, bukan dari sesama anggota NATO. (Rtr/BBCI/dtc/l)


Tag:

Berita Terkait

Luar Negeri

Family Gathering Polda Sumut: Sinergi Polisi dan Wartawan Diperkuat

Luar Negeri

UNITA Perkuat Jejaring Nasional, Presentasikan Riset di Forum Akademik

Luar Negeri

Turnamen Bulutangkis Junior Cup I, Bangkitkan Semangat Olahraga

Luar Negeri

PKSS Perkuat Kolaborasi Berkelanjutan untuk Cetak SDM Muda Berdaya Saing

Luar Negeri

Ciptakan Rasa Aman, Polres Tanjungbalai Gelar Patroli Malam Hingga Dini Hari

Luar Negeri

Wakapolres Agara: Narkotika itu Sama Bahayanya Dengan Judi Online