Kebun Sawit di Suaka Margasatwa Karang Gading Masih Dipanen Meski Sudah Disita Negara

Arthur Simanjuntak - Rabu, 04 Juni 2025 19:45 WIB
(Foto: Dok/A16)
Plang larangan kegiatan dalam lahan hutan negara dan plang lahan dalam penyitaan Kejati Sumut.
Langkat(harianSIB.com)Perkebunan kelapa sawit seluas 97,45 hektare di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut (SM.KG LTL), di Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, masih terus dipanen meskipun telah disita negara sejak 14 Oktober 2022.

Pantauan di lokasi, Rabu (4/6/2025), aktivitas pemanenan tandan buah segar (TBS) di lahan yang telah disita tersebut tetap berlangsung lancar. Padahal, di sekitar lahan tampak sejumlah plang dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) yang bertuliskan: "Tanah Ini Dalam Penyitaan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara", merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 39/Sit/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Mdn tertanggal 14 Oktober 2022.

Lahan yang disita itu berbatasan langsung dengan Desa Suka Maju, Pematang Cengal, dan Desa Pantai Cermin.

Saat ini, Kejati Sumut tengah menggulirkan proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan sejak Januari 2025. Persidangan ini menyidangkan kasus alih fungsi kawasan suaka margasatwa menjadi perkebunan sawit terhadap dua terdakwa, yakni: Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng (Nomor Perkara: 138/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn), seorang pengusaha yang diduga sebagai otak di balik penguasaan dan konversi lahan lindung menjadi perkebunan komersial. Dan, Imran, S.Pd, Kepala Desa Tapak Kuda (Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mdn).

Saat dikonfirmasi di kediamannya, Rabu (4/6/2025), Imran mengaku tidak mengetahui keterlibatannya dalam alih fungsi lahan tersebut. Ia mengaku bingung atas statusnya sebagai terdakwa.

"Masalah Akuang beli tanah dari Sitanggang itu terjadi antara tahun 2000 hingga 2005. Saat itu saya masih SMA dan belum menjabat sebagai kepala desa," jelas Imran.

Ia menambahkan, sejak menjabat sebagai kepala desa pada 2013, Alexander Halim hanya meminta dibuatkan resi kependudukan sebagai warga Tapak Kuda.

"Apakah hanya karena membuatkan resi penduduk yang bahkan belum berupa KTP, saya bisa dijadikan terdakwa dalam kasus alih fungsi lahan?" tanyanya.

Sementara itu, tokoh masyarakat sekaligus mantan kepala desa, Muhammad Ramlan, meminta agar lahan yang telah disita segera dikembalikan ke fungsi awalnya sebagai kawasan hutan.

"Saya minta Pengadilan Tipikor segera memutus perkara Akuang dan Imran, serta melakukan penahanan badan terhadap keduanya. Saya tahu persis bagaimana lahan itu dikuasai," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Andre Wanda Ginting, melalui pesan WhatsApp mengatakan, proses hukum masih berjalan.

"Perkara masih berproses di Pengadilan Tipikor Medan. Tanah tersebut berstatus sita pengadilan. Belum ada putusan, kita tunggu bersama keputusan majelis hakim," tulisnya.

Senada dengan itu, Kepala Seksi II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Stabat, Boby, mengatakan pihaknya sudah meminta agar aktivitas pengelolaan dihentikan.

"Sudah kami minta dihentikan dan diawasi, namun tampaknya aktivitas masih berlangsung saat tidak ada pengawasan," ujarnya melalui pesan singkat. (*)

Editor
: Donna Hutagalung

Tag:

Berita Terkait

Martabe

Bongkar 6 Kasus Curanmor, Polres Labuhanbatu Tangkap 9 Tersangka Pelaku dari Berbagai Daerah

Martabe

Bongkar Jaringan Mafia Tanah Eks HGU PTPN II, Ini Rekomendasi IAW untuk Kejati Sumut

Martabe

Internet Gratis Dibangun di 56 SMA, 40 SMK dan 1 SLB di Sumut

Martabe

Demo di Depan Kejati Sumut Soroti Dinas PU Madina dan Soal Lahan Kebun di Paluta

Martabe

Tindaklanjuti Laporan Dugaan Mark Up, Setelah Periksa Penyedia dan PPK Tim Pidsus Kejari Nisel Akan Cek Fisik ke SD Laowi

Martabe

Ratusan Warga Labusel Ikuti Haul Tuan Guru Basilam Langkat ke-102 Tahun