Medan (SIB)- Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan dimulai Desember mendatang, setiap calon pelayan gereja atau pendeta harus memiliki kompetensi dan wawasan berbasis lokal maupun internasional.Demikian dituturkan Direktur Program Pascasarjana sekaligus dosen Sekolah Theologia (STT) HKBP Pematang Siantar, Pdt Dr Martongo Sitinjak kepada SIB, Senin (4/5)."Gereja sendiri pada dasarnya memiliki prinsip yang universal, artinya berbeda-beda suku, bangsa maupun bahasa. Oleh karenanya setiap gereja maupun pendeta harus mampu menerima perbedaan tersebut. Jika dikaitkan dengan konteks MEA, sebagai pelayan rohani masyarakat, ke depan pendeta harus mampu bersaing meningkatkan kualitas diri menghadapi segala latarbelakang perbedaan yang bukan lagi hanya datang dari jemaat lokal, tetapi mancanegara.Untuk dapat bersaing dan berkompetisi dalam memberikan pelayanan rohani kepada jemaat, akan lebih baik jika seorang atau calon pendeta memiliki kemampuan berbahasa Inggris.Hal tersebut merupakan salah satu syarat untuk berhasil memiliki akses ke dunia luar maupun sebagai alat komunikasi internasional," pungkasnya.Ditambahkannya lagi, selain mengasah kemampuan berbahasa Inggris dan menambah wawasan global, pendeta juga harus menunjukkan identias diri bangsa sebagai wujud nilai-nilai kearifan lokal yang dapat ditonjolkan kepada dunia internasional."HKBP dalam identitasnya sebagai gereja kesukuan sebaiknya mempersiapkan diri mengasah kemampuan agar dapat memiliki akses yang lebih luas dalam menghadapi perubahan dan tantangan global dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal bangsa, khususnya budaya Batak Toba," terang Pdt Martongo mengakhiri. (Dik-FS/f)