Medan (SIB) -Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fauzan Azmi membuat tuntutan berbeda terhadap dua oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Tenaga Kerja Provsu. Keduanya adalah Edison Turnip selaku Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II dituntut selama 1 tahun 3 bulan penjara dan Parlin Malau selaku staf pengawas dituntut 1 tahun 2 bulan penjara.
"Menuntut terdakwa Edison Turnip selama 1 tahun 3 bulan penjara dan Parlin Malau selama 1 tahun 2 bulan penjara," ucap JPU di Ruang Cakra III Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (6/11) sore.
Selain penjara, kedua terdakwa yang dinilai telah menerima uang Rp 6 juta untuk biaya kepengurusan kelengkapan dokumen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) itu juga dituntut denda masing-masing selama Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.
"Kedua terdakwa melanggar Pasal 12 a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," ujar JPU dari Kejari Deliserdang tersebut di hadapan majelis hakim yang diketuai Saryana.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim memberikan waktu sepekan kepada kedua terdakwa untuk menyiapkan nota pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Edison Turnip diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan tentang Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Ketenagakerjaan (Norma K3 dan Norma Kerja) yang salah satunya adalah bengkel Abun milik saksi Rohmawanti di Desa Sukamandi Hilir Kecamatan Pagarmerbau Kabupaten Deliserdang. Edison datang ke bengkel tersebut bersama Parlin Malau pada April 2018.
Selanjutnya terdakwa Edison menjelaskan kepada saksi Rohmawanti untuk mengurus kelengkapan dokumen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang berdasarkan dari PT Uji Riksa Pratama dimana besarnya biaya dalam pengurusan dokumen K3 sudah ditentukan.
"Padahal, Rohmawanti telah memiliki empat dokumen. Namun, Edison mengatakan bahwa keempat dokumen yang dikeluarkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Deliserdang itu tidak berlaku," kata JPU Fauzan.
Pada akhir April 2018, Edison dan Parlin kembali mendatangi bengkel milik Rohmawanti untuk bernegosiasi biaya pengurusan kelengkapan dokumen K3. Edison menawarkan harga sebesar Rp 20 juta, karena Rohmawanti tidak menyanggupi besarnya biaya itu, harganya kemudian diturunkan menjadi Rp 15 juta dan akhirnya menjadi Rp 9 juta. Rohmawanti merasa berat untuk mengurus dokumen K3 dengan besarnya biaya yang diminta Edison dan Parlin karena sudah mempunyai dokumen K3 yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dari Kabupaten Deliserdang.
"Namun, Edison mengatakan bahwa akan ada sanksi bagi pelaku usaha dan perusahaan apabila tidak memiliki dokumen K3 dari provinsi," lanjut JPU.
Pada hari Rabu tanggal 30 Mei 2018 sekitar jam 15.30 wib, terdakwa Edison bersama Parlin datang lagi ke Bengkel Abun menemui Novitasari selaku sekretaris di bengkel itu. Sedangkan Rohmawanti tidak berada di lokasi. Karena Rohmawanti merasa kesal dan malas bermasalah, ia menyuruh Novitasari untuk mengambil uang sebesar Rp 6 juta yang terbungkus dalam amplop coklat untuk diberikan kepada Edison dan Parlin.
Pada saat itu juga, Rohmawanti langsung memberitahukan kepada Harles K selaku petugas Polres Deliserdang bahwa Edison dan Parlin meminta uang untuk pengurusan dokumen K3. "Kemudian, Novitasari memberikan uang Rp 6 juta kepada Edison yang diterima oleh Parlin. Setelah itu, keduanya pergi meninggalkan lokasi. Sayangnya, mereka tidak bisa pergi terlalu jauh karena Edison dan Parlin ditangkap oleh petugas kepolisian," pungkas Fauzan. (A14/d)