Pancurbatu
(harianSIB.com)Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deliserdang di
Pancurbatu melaksanakan
eksekusi terhadap Yanty, seorang terpidana kasus penganiayaan, untuk menjalani hukuman enam bulan penjara sesuai putusan
Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Eksekusi tersebut berlangsung, Selasa (3/6/2025), di kantor Cabjari Pancurbatu, namun sempat diwarnai kericuhan dan protes keras dari pihak keluarga terpidana.
Suami Yanty memprotes tindakan eksekusi yang dilakukan Jaksa dan menuding Kejaksaan tidak adil serta menerima bayaran untuk mengeksekusi istrinya. Tuduhan tersebut langsung dibantah oleh pihak Kejaksaan yang menyatakan bahwa proses eksekusi dilakukan sesuai prosedur dan atas dasar hukum yang sah.
Kasubsi Intel dan Datun Cabjari Pancurbatu, Richisandi didampingi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tantra Perdana Sani, memberikan keterangan resmi kepada media guna meluruskan informasi yang beredar.
"Terpidana atas nama Yanty memang benar diadili di Pengadilan Lubukpakam yang bersidang di Pancurbatu dan diputus bersalah pada bulan Juli 2024. Jaksa kemudian mengajukan banding yang selanjutnya oleh terpidana mengajukan kasasi, dan Mahkamah Agung memutus perkara ini pada 4 Maret 2025 dengan menolak kasasi terpidana tersebut. Dengan berkekuatan hukum tetap (inkrah) putusan tersebut, kami berkewajiban mengeksekusi," jelas Richisandi kepada wartawan saat dikonfirmasi, Kamis (5/6/2025).
Ia mengungkapkan bahwa jaksa telah lima kali melakukan pemanggilan terhadap terpidana, namun tidak ada itikad baik dari Yanty untuk memenuhi panggilan tersebut. Karena itu, pada 28 Mei 2025, tim jaksa mendatangi kediaman terpidana di Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, untuk melaksanakan eksekusi.
Namun, saat itu pihak terpidana meminta penundaan dengan alasan anak mereka yang masih berusia tiga tahun sedang sakit. Kejaksaan kemudian menyikapi permintaan tersebut dengan kebijakan kemanusiaan dan menunda eksekusi hingga hari Senin, kemudian kembali ditunda ke hari Selasa, 3 Juni 2025, atas permintaan pihak terpidana.
"Kami menyetujui penundaan tersebut dengan syarat terpidana dan kuasa hukumnya menandatangani surat pernyataan akan bersikap kooperatif dan menghadiri eksekusi," tambahnya.
Pada hari pelaksanaan eksekusi, 3 Juni 2025, Yanty bersama kuasa hukum dan keluarganya hadir di kantor Cabjari Pancurbatu. Namun kembali terjadi permintaan penundaan dari pihak keluarga, yang akhirnya ditolak oleh tim jaksa.
"Kami menilai tidak ada alasan hukum lagi untuk menunda. Maka eksekusi dilakukan dan terpidana langsung dibawa ke Lapas Perempuan Tanjung Gusta Medan," timpal JPU Tantra Perdana Sani.
Menanggapi sejumlah pemberitaan viral yang menyebut Kejaksaan melakukan eksekusi dua kali serta melibatkan anak kecil dalam prosesnya, pihak Cabjari memberikan klarifikasi tegas.
"Itu tidak benar. Anak dibawa oleh terpidana sendiri ke kantor kami. Kami hanya menjalankan tugas sesuai prosedur dan aturan hukum yang berlaku. Eksekusi ini merupakan kewajiban kami setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," ujar Richisandi.
Kejaksaan mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap informasi yang beredar tanpa konfirmasi dan klarifikasi dari pihak berwenang.
"Kami meminta masyarakat bijak dalam menyikapi informasi. Jangan terburu-buru menilai sebelum mengetahui fakta secara menyeluruh. Jika ada dugaan pelanggaran, tersedia mekanisme hukum untuk mengajukan keberatan," tutupnya. (*)