Pertumbuhan pesat ekonomi menimbulkan masalah baru, yakni minimnya perhatian terhadap orangtua. Persaingan dalam usaha dan pekerjaan telah menjadikan seseorang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memburu rupiah ditambah lagi harus berbagi perhatian kepada anak dan pasangan hidupnya. Tidak sedikit di media-media memberitakan berbagai kisah orangtua yang disia-siakan anaknya. Beberapa orangtua bahkan harus mengakhiri hidupnya atau dipenjara oleh tangan darah dagingnya sendiri. Di belahan dunia lain, banyak orangtua yang meninggal kedinginan di rumah saat musim dingin karena ketidakberadaan anaknya di sisi mereka. Hal ini tentunya sangat kontras dengan semua ajaran agama termasuk Ajaran Buddha yang mengajarkan bahwa hutang budi anak-anak kepada orangtuanya begitu besar sehingga tidak akan pernah dapat dilunasi. Banyak yang tidak berpikir, dengan tidak memberikan sokongan/pelayanan yang layak atau bahkan sampai menelantarkan orangtua yang sudah tua saat ini, membuka pintu kemungkinan hal yang serupa bisa terjadi juga ketika beranjak tua nanti. Apa yang dilakukan kepada orangtua akan menjadi contoh bagi anak-anaknya karena hal tersebut dianggap sesuatu yang benar adanya. Perkembangan hubungan anak dengan orangtua semakin memprihatinkan. Di zaman yang makin instan saat ini, timbul kecenderungan seorang anak lebih mau gampang saja dengan mencarikan sebuah lembaga untuk merawat orangtua mereka saat sudah berumur antara lain panti jompo atau rumah pensiun bagi para orangtua yang tak dapat hidup sendiri. Kondisi tersebut sangat tidak sesuai dengan Ajaran Buddha. Ada dua orang yang sangat sulit untuk dapat dibalas budinya. Siapakah yang dua itu? Ibu dan Ayah. Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun. Seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana bahkan perbuatan itupun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Orangtua telah berbuat banyak telah membesarkan, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini. Tetapi berapa banyak di antara kita yang mendorong orangtua kita yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan orangtuanya di dalam keyakinan. Jarang dapat dijumpai anak yang mampu mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan dalam moralitas. Sulit kita jumpai seorang anak yang dapat mendorong orangtuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan diri dalam kedermawanan. Paling istimewa adalah seorang anak yang mampu mendorong orangtuanya yang bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan orangtuanya dalam kebijaksanaan. Orang seperti itu, barulah dikatakan telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya, dia telah membalas budi mereka.Sebagaimana diuraikan dalam Manggala Sutta, menyokong orangtua merupakan salah satu berkah utama. Seseorang akan mendapat berkah dengan menyokong orangtuanya karena dengan demikian dirinya lebih awal siap menjadi orangtua yang baik. Dengan menyokong orangtua, seseorang juga memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya sehingga dirinya akan mendapat perlakuan yang baik juga dari anaknya kelak. Siap menjadi orang yang baik akan menciptakan keluarga baik. Dan anak-anak dari keluarga baik dapat berkembang dalam lingkungan yang penuh tantangan. Seorang anak yang baik akan menyadari bahwa badan yang sangat bermanfaat ini adalah pemberian orangtua dan hendaknya menjaga badannya dengan baik. Ia akan merawat kesehatan badan dengan makan makanan yang bergizi, hidup dalam keteraturan serta menghindari penggunaan narkoba atau sejenisnya yang dapat merusak tubuhnya. Dengan demikian berkah luar biasa akan diraihnya. (d)