Jakarta (harianSIB.com)
Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( UU TPKS), sebagai salah satu produk legislasi yang disahkan pada Masa Persidangan IV DPR, perlu dikawal dan dicegah mitigasi sehingga bermanfaat untuk melindungi dan menjaga serta mencegah jangan sampai ada korban kekerasan kepada perempuan dan anak pada khususnya.
Karena itu dibutuhkan dukungan semua elemen bangsa dengan semangat bergotong royong sehingga implementasi UU ini bisa berjalan sebagaimana yang kita diharapkan.
Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan hal itu dalam ramah tamah dengan sejumlah kelompok perempuan hari Jumat (22/4/22) di ruang Pustakaloka Nusantara IV, Senayan, Jakarta, sebagaimana dilaporkan Jurnalis Koran SIB Jamida Habeahan.
Puluhan kelompok perempuan itu terdiri dari jaringan masyarakat sipil dan para aktivis jaringan pembela korban kekerasan seksual,memberi masukan kepada Puan Maharani terkait implementasi UU TPKS.
“Kami bertemu teman-teman dari berbagai elemen yang sangat mendukung dan meminta agar implementasi UU TPKS ini bisa berjalan sebagaimana yang menjadi cita-cita kita semua,†kata Puan seraya menambahkan, saat ini bola ada di tangan pemerintah dan diharapkan aturan-aturan turunan terkait UU TPKS bisa segera diselesaikan sehingga implemetasi di lapangan menjadi lebih kuat.
Juga diminta agar semangat kelompok perempuan bisa dilakukan dalam UU lain, sehingga masukan yang diberikan selalu dilihat dari bukan hanya di dalam tetapi juga di luar. Tujuan utamanya , agar setiap UU bisa bermafaat bagi bangsa dan negara.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyebutkan, sebelumnya banyak menerima pesan dari kelompok perempuan ingin bertemu Puan Maharani. Sebab amat disadari kerja kerasnya, bertemu dan menyerap aspirasi kaum perempuan di desa desa hampir seluruh Indonesia, sampai lobi-lobi di tingkat DPR dan pemerintah. Diah mengemukakan, bahwa UU TPKS ini mungkin sebagai hadiah di hari Kartini.
Direktur Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Susi Handayani mewakili aktivis perempuan bercerita bahwa temannya pernah menyampaikan draf pertama RUU PKS (sebelum menjadi TPKS) kepada Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri pada tahun 2016.
“Ini kayak benang merah, kita melihat dari celah legislatif bisa dititipkan, bagaimana terjadi penolakan-penolakan pada tahun 2016 ada kasus Yuyun di Bengkulu.
Ketika itu mulai digerakkan, Presiden mengeluarkan Supres karena pada saat itu maju mundur†kata Susi Handayani seraya menyebutkan pada tahun 2020 ada sinarnya.(*)